Pages

Selasa, 12 Januari 2010

Instropeksi diri


Dewasa ini, kita melihat berbagai masalah menghimpit negeri kita tercinta ini, Indonesia. Salah satu masalah krusial menjelang hari bersejarah umat manusia khususnya yang beragama Islam pada hari raya Idul Ftiri adalah adanya ancaman bom sewaktu merayakannya.
Tidak bisa dipungkiri, selagi teroris dan cecunguk-cecunguk-nya masih berkeliaran di alam terbuka dan belum dapat teridentifikasi oleh Pemerintah maka bangsa Indonesia akan selalu dihantui oleh berbagai macam teror bom. Maka langkah pertama yang sepatutnya dilakukan bangsa ini adalah menjaga keamanan nasional dari gangguan para sampah masyarakat tersebut. Keamanan negara ini haruslah menjadi prioritas utama karena menyangkut keselamatan penduduk Indonesia dan menyangkut harkat dan martabat bangsa di mata dunia.Di tengah carut marut teror yang menghantui wilayah di negeri ini, kita tak menyangka jika bangsa ini mendapat musibah yang maha dahsyat dari Tuhan. Anugerah itu berupa gempa bumi berskala 7,3 skala Richter yang mengguncang Provinsi Jawa Barat, tepatnya di daerah Tasikmalaya, Cianjur, Garut dan sekitarnya dan menewaskan sekurangnya 53 orang, 37 orang hilang dan tertimbun longsoran dan 167 orang terluka (Kompas, 4/9). Hal ini tentunya menjadi perhatian serius Pemerintah di tengah detik-detik menjelang hari bersejarah umat Islam yang hanya menunggu hitungan hari.
Lepas dari itu, lebaran merupakan bagian dari wujud solidaritas kita terhadap sesama umat manusia. Solidaritas kepada sesama, diwujudkan melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat partisipatif dan bersifat timbal balik. Misalnya, halal bi halal, ber-silaturrahim ke tetangga serta mengadakan reuni. Hal ini dimaksudkan agar tali persaudaraan di kalangan masyarakat, khususnya para kerabat serta sanak keluarga dapat terjaga dengan tanpa mengurangi esensi dari makna lebaran itu sendiri. Dengan demikian, kita semua dapat merasakan indahnya lebaran dengan nuansa kebersamaan dalam bingkai kemasyarakatan yang berkeadaban.
Akan tetapi, lebaran seperti di atas kini seakan telah mati suri. Bunyi letupan petasan, festival tabuhan bedug serta alunan nada takbir makin sepi kita dengar. Bukan maksudnya penulis setuju dengan adanya petasan, tetapi penyebabnya tak lain adalah diri kita sendiri yang tidak mau introspeksi diri dan tidak mau bercengkerama dengan masyarakat.
Faktor gengsi
Benahilah dirimu sebelum membenahi diri orang lain. Begitulah cara Islam melalui kitab sucinya, Al-Qur’an mengajarkan kita tentang pentingnya introspeksi diri. Karena menyadari kesalahan diri kita sendiri adalah hal yang paling mendasar dalam menjalani hidup ini yang lebih baik. Maka dari itu, penyesalan disertai tindakan nyata atas tingkah laku yang diperbuatnya pada masa lalu. Dan berusaha untuk memperbaiki diri kita sendiri dengan cara berbuak baik dan menjaga tingkah laku kita sebelum melakukan pembenahan kepada orang lain ataupun membenahi dekadensi moral bangsa ini.
Seiring berjalannya waktu, penyebab utama hilangnya nuansa lebaran dewasa ini dikarenakan ego kita terhadap sesama ketika merayakan lebaran. Tak terasa, jika kita terkena ‘virus’ dekadensi moral. Dekadensi moral bangsa ini dapat dikatakan pada level kritis dan sangat lemah akan terkena godaan dari virus-virus baru lainnya yang dengan mudah menyebar ke semua lini kehidupan. Padahal dahulu dekadensi moral hanya menyentuh kalangan anak-anak remaja, tetapi kini usia tak lagi mempengaruhi jaminan kualitas moral kita.
Selain itu, penyebab runtuhnya nuansa ‘ramai’ lebaran di karenakan rasa malas yang selalu menjangkiti setiap orang Islam, tak terkecuali dari segala lini usia. Sehingga nantinya dapat menimbulkan ancaman yang serius bagi keberlangsungan budaya lebaran itu sendiri. Langkah yang paling bijak untuk saat ini dalam menghadapi ancaman ini yakni dengan mengembalikan kembali peraturan adat yang berlaku bagi suatu kelompok bersangkutan, atau dengan membuat hukum adat yang baru yang menjamin keberlangsungan lebaran.
Faktor teknis
Di usia yang ke 64 tahun kemerdekaan Indonesia, sudah selayaknya jika bangsa yang besar ini mafhum akan persoalan ini karena mayoritas penduduknya adalah muslim. Persoalan yang terjadi sekarang ini bukanlah hal yang tabu dan sulit untuk dipecahkan. Jika mengaca dari rentetan sejarah, lebaran mengalami kamuflase dari berbagai pihak dan mengalami kondisi pasang surut.
Orang-orang yang tidak dapat menjalankan lebaran sangatlah kepincut jika mereka menginginkan agar dapat berkumpul bersama keluarga. Akan tetapi, karena keadaan yang tidak memungkinkan untuk memaksanya pulang kampung. Ganjalan dalam konteks masalah ini kian melebar sehingga menimbulkan kesan yang semrawut. Persepsi orang yang mengamati masalah ini baik dalam Islam maupun non Islam tentunya merasakan bahwa Islam adalah agama yang semrawut. Terbukti dengan mengamati bagian dari kejadian lebaran ini.Mumpung hari lebaran ini masih memberi ruang waktu kita beberapa hari, mari kita bersama-sama mencoba mengubah persepsi buruk masyarakat. Sehingga nantinya dapat menimbulkan kesan yang baik bagi agama Islam, khususnya para penikmat ajarannya.

0 komentar:

Posting Komentar

 
>>>Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama (LFNU) akan menyelenggarakan Rukyatul Hilal penentuan awal Ramadhan 1433 H pada Kamis (19/7) sore bertepatan dengan 29 Sya'ban 1433 H di berbagai titik di Indonesia. Warga Nahdliyin dihimbau dapat berpastisipasi dalam kegiatan tersebut >>>Kritik, saran, informasi atau artikel dapat dikirimkan kepada kami melalui email: redaksi@nu.or.id. Tuliskan subyek atau judul artikelnya untuk memudahkan redaksi.