Kodrat mahasiswa sejatinya
terlahir dari trah yang suci. Status sosial yang diemban mahasiswa masih
‘ganas’ untuk ukuran masyarakat Indonesia. Mahasiswa dianggap kawah
candradimuka sebagai sosok berpengetahuan, intelektual, calon pemimpin besar,
dan banyak lagi lainnya. Konon, apapun kondisi yang menerpa mahasiswa, ia tetap
menempati posisi khusus. Saat ini, proporsi ini masih berlaku, dan belum
terdengar suara rakyat untuk melawan hegemoni itu.
Kendati demikian, perilaku
mahasiswa mengandung sikap yang multi tafsir. Satu sisi, tindakan positif mahasiswa
dengan melandaskan pada idealisme yang cukup tinggi, menolak sogokan dari
pemangku kepentingan. Idealisme menjadi dasar untuk menolak sikap pragmatisme. Di
sisi lain, ada sebagian mahasiswa yang mengambil sikap rakus. Selagi mahasiswa,
ia memakai identitasnya demi mengeruk keuntungan. Kekuasaan yang diperoleh pun
kadangkala dijadikan ajang pelampiasan hasrat yang terpendam. Dan pola
percaloan seperti ini yang lantas menjadi benih ‘suci’ koruptor di masa depan.
Jadi secara sederhana,
mahasiswa bukan hanya sebagai agen sosial, tapi juga sebagai calo sosial demi
mengeruk keuntungan. Seperti calo, mahasiswa juga lihai menawarkan sesuatu
kepada seseorang kemudian meminta imbalan yang lebih. Caranya pun lebih
praktis, terhormat, dan tentu dengan cara yang elegan.
Mahasiswa sebagai agen
perubahan sosial (agen social of change) dikenal rasis dengan aksinya
turun basis ke jalan, juga sebagai simbol perlawanan atas kediktatoran
penguasa. Maka, ketika penguasa melakukan diskriminasi hak sipil, mahasiswa
siap memberi peringatan dini. Pun dengan jebolan kampus yang menjadi bakal
koruptor di negeri ini. Kondisi sosial yang
berbeda tentu akan membawa angin revolusi yang berbeda pula dengan kondisi
kampus. Ruang yang lebih luas akan memaksa diri untuk berfikir bagaimana
mendapatkan keuntungan dari ruang itu.
Berbagai cara dilakukan, dengan cara mengabdikan diri, merampok, bahkan ‘memperkosa’ kebijakan yang menguntungkan kantongnya. Terpaan kampus terhadap individu menjadi kunci kepemimpinan masa depan. Pembinaan yang baik akan memanen hasil yang baik pula. Sebaliknya, pembinaan yang buruk secara tidak langsung menjadi donatur penyumbang kebobrokan di negeri ini.
Berbagai cara dilakukan, dengan cara mengabdikan diri, merampok, bahkan ‘memperkosa’ kebijakan yang menguntungkan kantongnya. Terpaan kampus terhadap individu menjadi kunci kepemimpinan masa depan. Pembinaan yang baik akan memanen hasil yang baik pula. Sebaliknya, pembinaan yang buruk secara tidak langsung menjadi donatur penyumbang kebobrokan di negeri ini.
0 komentar:
Posting Komentar